Good Corporate Governance perlu diterapkan di perusahaan-perusahaan di Indonesia karena beberapa hal:
1. Krisis di Indonesia yang diakibatkan masih banyaknya para pelaku dunia usaha belum secara sempurna menerapkan praktek-praktek Good Corporate Governance.
2. Tingkat inefisiensi yang tinggi di Indonesia dan merupakan yang tertinggi di Asia, merupakan akibat dari tidak adanya pelaksanaan transparansi dan prinsip-prinsip GCG lainnya.
3. Iklim globalisasi mendorong perusahaan untuk selalu harus siap untuk bersaing ketat dengan perusahaan dari negara asing, paling tidak dalam tingkat regional.
4. Corporate citizen hanya dapat berjalan dengan penerapan prinsip-prinsip GCG yang baik dan konsisten.
Peran komite audit sangat penting. Tugas dan tanggung jawabnya pun juga sangat berat. Komite audit sebagai penasehat komisaris harus mampu memastikan fungsi dewan komisaris dijalankan dengan baik secara strategis operasional dan memastikan bahwa Dewan Komisaris menjalankan fungsinya sebagai pengawas jalannya perusahaan berdasarkan aturan yang berlaku. Kementerian BUMN mempunyai harapan besar terhadap keberadaan IKAI. Melalui organisasi ini diharapkan kualitas komite audit semakin baik, khususnya dalam meningkatkan optimalisasi peran dan fungsi komite audit yang pada akhirnya terjadi peningkatan nilai (more value creation) terhadap perusahaan.
Budi Setiadharma menekankan bahwa komite audit sebagai salah satu organ yang diharapkan menjadi pilar penerapan GCG di perusahaan memiliki cakupan tugas yang sangat strategis yaitu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan dan melaksanakan tugas penting sistem pelaporan keuangan melalui pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan yang dilakukan. oleh manajemen dan auditor independen.
Tiga hal yang menjadi milestone penerapan GCG di Astra Group adalah:
1. Pembentukan komite audit dan fungsi dalam organisasi yang bertanggung jawab untuk meningkatkan Corporate Governance, antara lain : Komite Audit, ,Komite Remunerasi dan Nominasi, Komite Eksekutif, Grup Manajemen Resiko dan Internal Audit.
2. Dikeluarkannya buku "Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja" dan pengadaan survey untuk menilai pelaksanaan berbagai hal yang tercantum di dalam buku tersebut.
3. Dikeluarkannya buku "Panduan Pengelolaan Green Companies" untuk konsumsi Astra Group dan umum.
Dalam prakteknya, komite audit Astra Group telah melakukan berbagai hal, seperti
1. Menyusun Kerangka Kerja untuk Manajemen Resiko (Risk Management Framework).
2. Mengembangkan Internal Audit Charter.
3. Memantapkan pengendalian Internal.
4. Meningkatkan kesadaran akan tata kelola perusahaan (CG) dan penerapannya.
5. Meminta Dewan Komisaris untuk mengadopsi Audit Committee Charter.
6. Meminta Dewan Komisaris untuk mengadakan pertemuan rutin dengan Komite Audit dari beberapa perusahaan publik lain dalam Grup Astra untuk memastikan pendekatan yang sama dalam menangani permasalahan yang ada dalam proses penelaahan.
Menurutnya, key success factor penugasan komite audit terdiri dari
1. Independensi dan kompetensi dari para anggota Komite Audit.
2. Dukungan dari Stakeholders termasuk Direksi dan manajemen kunci perusahaan.
3. Infrastruktur sistem informasi dan pengendalian manajemen yang menunjang proses review yang efektif dan berbobot.
Sebagai penutup, is menjelaskan 3 (tiga) hal yang menjadi tantangan bagi komite audit di masa depan, yaitu:
1. Meningkatkan kompetensi dari anggota Komite Audit dan infrastruktur penunjang seperti Sistem Informasi Manajemen, Risk Management dan Internal Audit.
2. Kemungkinan terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest).
3. Tingkat independensi komite audit dalam mewakili pemegang saham minoritas yang cenderung rendah, mengingat komite audit dipilih oleh Dewan Komisaris yang notabene dipilih oleh pemegang saham mayoritas.
Menurut Sigid Moerkardjono pada dasarnya ruang lingkup kerja komite audit mencakup beberapa hal:
1. Menelaah informasi keuangan.
2. Menelaah ketaatan peraturan perundang-undangan.
3. Menelaah kegiatan auditor eksternal.
4. Menelaah kecukupan pemeriksaan akuntan publik.
5. Menelaah pelaksanaan resiko manajemen.
Tugas utama komite audit Bank Niaga adalah menyiapkan rencana kerja tahunan; mereview laporan kuartalan dan tahunan, merekomendasikan penunjukan auditor eksternal dan mencantumkan pendapat Komite Audit dalam Laporan Tahunan. Frekuensi rapat setidaknya 2 (dua) kali dalam sebulan dan harus membuat notulen rapat.
Dalam arus kerjanya, komite audit Bank Niaga berhubungan dengan 5 (lima) pihak yang berkaitan erat dengan tugasnya, yaitu:
1. Auditor Eksternal. Dalam hal ini komite audit akan terlibat dalam seleksi KAP, mereview ruang lingkup kerja, schedule dan fee serta evaluasi kinerja KAP.
2. Financial & Accounting Group. Yang diminta oleh komite audit adalah laporan keuangan bulanan dan consent terhadap laporan triwulan dan tahunan.
3. SKAI dan Auditor Internal. Dalam hal ini berkaitan dengan fact finding SKAI, special report, hasil pemeriksaan reguler dan hasil rapat direksi.
4. Compliance Group. Dalam hal ini berkaitan dengan kebijakan dan prosedur serta laporan Direktur Kepatuhan yang dikeluarkan per semester.
5. Risk Management Group. Dalam hal ini berkaitan dengan kajian terhadap Credit Risk, Market Risk, Liquidity Risk dan Operational Risk.
Yap Tjay Soen memandang bahwa pada prinsipnya seorang Komisaris Independen yang merangkap sebagai ketua komite audit harus memiliki perilaku sebagai pendengar dan pengamat yang baik, selalu haus akan informasi, fokus kepada substansi dan fokus pada beberapa topik strategis yang sangat penting. Substansi yang dimaksud adalah hal-hal yang sifatnya hi impact (memiliki dampak yang cukup besar) dan berdasarkan fakta yang tidak terbantahkan (undeniable).
Fakta-fakta yang dijadikan sebagai patokan dalam menjalankan tugas adalah
1. Peraturan dan perundang-undangan serta pedoman yang berlaku. .,
2. Struktur finansial/akuntansi yang sangat jelas.
3. Resiko yang besar dan tidak terbantahkan (undeniable).
Hambatan-hambatan yang sering ditemui dalam praktek komite audit adalah
1. Jauhnya level aspirasi/harapan dengan-realitas yang terjadi di lapangan.
2. Penyangkalan diri. Statement bahwa "kita adalah low cost company" padahal kenyataannya tidak demikian.
3. Waktu. Dalam kenyataannya ketua komite audit tidak full time, sehingga sulit
untuk menggantungkan harapan terlalu banyak kepadanya.
4. Politisasi. Dalam hal ini pengaruh owner dalam penetapan kebijakan perusahaan.
Beberapa rekomendasi yang disarankan adalah
1. Dalam proses seleksi, komisaris independen sebaiknya dipilih dari pihak yang benar-benar independen (penekanan pada substansi, bukan bentuk) dan jelas harus memiliki kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan sebagai seorang komisaris independen.
2. Perlu adanya champion/patron (baik individu maupun badan) yang mampu menjadi payung dan pelindung terciptanya penerapan GCG di perusahaan.
3. Perlu lebih dari satu orang untuk mengarahkan perusahaan menerapkan GCG seutuhnya, jangan hanya bertumpu pada komisaris independen.
4. Perlu adanya external pressure dari publik (masyarakat) untuk membantu mendorong penerapan GCG di perusahaan.
Pada akhir diskusi panel, Kanaka Puradiredja menggarisbawahi bahwa setidaknya
terdapat 3 (tiga) pekerjaan rumah - yang terindentifikasi dalam tanya jawab - yang
harus diselesaikan oleh Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI), yaitu:
1. Penyusunan standar pelaporan Komite Audit dalam laporan tahunan.
2. Redefinisi dan optimalisasi fungsi Komite Audit sebagai stimulan terciptanya iklim pengawasan yang baik di perusahaan.
3. Penyusunan dan perumusan standarisasi remunerasi Komite Audit.
Dalam luncheon speechnya, Herwidayatmo menjelaskan bahwa berdasarkan dari krisis lalu, juga bercermin dari gelombang skandal korporasi yang baru terkuak pada awal milenium lalu, urgensi pengadopsian prinsip-prinsip GCG sekaligus penerapannya di suatu negara menjadi sesuatu yang urgen. Salah satu unsur yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya adalah komite audit. Komite audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada pemagang saham. Selain faktor tersebut, urgensi keberadaan komite audit berkaitan erat dengan belum optimainya peran pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara korban krisis lalu -khususnya Indonesia - yang semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis kita, berupa pemusatan kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja.
Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas komite audit, terdapat 4 (empat) hal penting yang perlu menjadi fokus perhatian, yaitu
1. Independensi komite audit. Dalam menjalankan tugasnya, anggota komite audit harus mampu menjaga independensinya, khususnya dari pengaruh atau campur tangan langsung maupun tidak langsung dari manajemen perusahaan.
2. Remunerasi anggota komite audit. Sejalan dengan peningkatan tanggung jawab, saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya remunerasi yang diterima komite audit, sebagaimana yang terjadi di perusahaan-perusahaan besar di Amerika.
3. Keahlian anggota komite audit. Tuntutan terhadap anggota komite audit yang qualified merupakan bagian dari upaya untuk mendorong terlaksananya tanggung jawab komite audit.
4. Beban kerja komite audit. Beban kerja komite audit di berbagai perusahaan sangat bervariasi. Namun yang patut dicermati adalah untuk mengatasi berbagai permasalahan audit klasik maupun aktual yang dihadapi perusahaan, peningkatan intensitas pertemuan atau frekuensi rapat komite audit menjadi suatu keharusan.
Berkaitan dengan Peraturan BAPEPAM No. IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, dengan mempertimbangkan dinamika bisnis dan international best practices, Herwidayatmo menyatakan akan melakukan penyesuaian dan perbaikan atas peraturan tersebut, dengan rincian sebagai berikut:
1. Dalam waktu dekat BAPEPAM akan merevisi ketentuan yang melarang anggota komite audit untuk bertugas di beberapa perusahaan.
2. Mengenai Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, dimana transaksi yang mengandung conflict of interest harus mendapat persetujuan dari pemegang saham independen, dipertimbangkan untuk memberikan wewenang review dan persetujuan dari komite audit terlebih dahulu.
3. Sedang dikaji pemberian kewenangan untuk merekomendasikan auditor eksternal kepada komite audit, yang saat ini merupakan kewenangan direksi.