Konsep tentang GCG secara universal sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada. Prinsip-prinsip GCG ternyata selaras, khususnya dengan ajaran agama Islam. Dimensi moral dari implementasi GCG antara lain terletak pada prinsip akuntabilitas (accountability), prinsip pertanggungjawaban (responsibility), prinsip keterbukaan (transparency) dan prinsip kewajaran (fairness).
Ary Ginanjar Agustian, penulis buku best seller Emotional Spiritual Quotient (ESQ), dalam bukunya yang berjudul “Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan (2003 : 51-52)”, menyatakan bahwa GCG, sebenarnya adalah sebuah upaya perusahaan untuk mendekati garis orbit menuju pusat spiritual, seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (bertanggungjawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social awarness (kepedulian sosial). Sikap kejujuran, bertanggungjawab, bisa dipercaya dan diandalkan serta kepekaan terhadap lingkungan social, itulah yang menjadi tujuan GCG. Jika dibandingkan dengan sikap Nabi Muhammad SAW 15 abad yang lalu, seperti honest (siddiq), accountable (amanah), cooperative (tablig), smart (fathonah), atau dengan kata lain : jujur dan benar, bisa dipercaya, bertanggungjawab, memiliki kecerdasan serta peduli terhadap lingkungan / sosial. Menurut Ary Ginanjar, perbedaan signifikan terletak pada jenis drive atau motivasinya. Motivasi demi kepemilikan materi dan pemuas ambisi seringkali menjadi dua motif utama sesorang menerapkan GCG. Hasil yang akan diraih apabila GCG bermotif hanya untuk pemuasan materi, akan berujung pada berbagai skandal, seperti Enron Gate, World Com Gate, Arthur Andersen Gate, juga skandal Global Crossing dan Tyco. Pada akhirnya, skandal tersebut berakhir dan bermuara pada kehancuran.
Menurut Umer M. Chapra, dalam Islam and Economic Chalenge (2002) yang dipublikasikan melalui Islamic economic series no. 17 oleh The International Institution of Islamic Thougt , menyatakan bahwa dalam sistem ekonomi islam yang telah diterapkan pada beberapa negara muslim antara lain menggunakan prinsip syariah yang lebih menekankan pada aspek harmoni. Prinsip syariah erat sekali hubungannya dengan prinsip GCG, karena lebih menekankan pada bagi hasil (profit sharing) yang berarti lebih menonjolkan aspek win-win solution, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam berbisnis.
Burhanuddin Abdullah,Gubernur Bank Indonesia, pada acara 2nd Islamic Financial Services Board (IFSB) International Summit di Doha, Qatar, tanggal 24 – 25 Mei 2005 yang lalu, telah menyampaikan pandangan bahwa penerapan GCG di lembaga keuangan Islam perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-nilai GCG yang berlaku umum di dalam menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Menurut Burhanudin, Penerapan GCG dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain atau satu negara dengan negara lain mengingat standar dan prinsip-prinsip GCG sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan standar etika yang ada pada negara tersebut, seperti budaya, ketentuan hukum, business practices, dan kebijakan-kebijakan pemerintah serta nilai-nilai lainnya. Topik yang diangkat dalam pertemuan tersebut adalah upaya pengembangan dan peningkatan efektifitas good corporate governance pada industri jasa keuangan Islam. Pada kesempatan tersebut , Madzlan Mohammad Hussein, Project Manager IFSB, menyatakan bahwa saat ini sedang merumuskan ketentuan tentang GCG untuk lembaga keuangan Islam. Diperkirakan pada tahun 2005 konsep GCG sudah selesai dan bisa diterapkan pada lembaga keuangan Islam, terutama yang menjadi anggota IFSB. Selain itu dalam Forum IFSB tersebut telah disepakati bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai GCG yang bernilai Islami oleh industri jasa keuangan Islam akan berdampak pada tercapainya 3 tujuan penerapan GCG yaitu:
a. Semakin meningkatnya kepercayaan publik kepada lembaga keuangan Islam.
b. Pertumbuhan industri jasa keuangan Islam dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan akan senantiasa terpelihara.
c. Keberhasilan industri jasa keuangan Islam dalam menerapkan GCG akan menempatkan lembaga keuangan Islam pada level of playing field yang sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya.
Lembaga keuangan Islam di Indonesia baik yang bergerak di bidang perbankan, asuransi, reksa dana dan lainnya perlu menjalankan prinsip GCG dalam praktek bisnis sehari-hari. Peranan Dewan Syariah Nasional (DSN) sangat penting agar pelaksanaan GCG di lembaga keuangan Islam dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, DSN perlu melakukan sosialisasi akan pentingnya prinsip GCG untuk meningkatkan kinerja bisnis di lembaga keuangan Islam. Selain itu DSN perlu melakukan kerja sama dengan pihak Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) serta Lembaga yang memiliki concern terhadap implementasi GCG di perusahaan, misalnya Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan The Indonesian Intitute for Corporate Governance (IICG). KNKCG atau National Committee for Corporate Governance didirikan oleh Pemerintah pada tanggal 19 Agustus 1999. KNKCG telah memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia serta telah menyusun draft Pedoman GCG (Code for Good Corporate Governance) yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam menerapkan GCG.
FCGI yang didirikan pada tanggal 8 Februari 2000 oleh 5 (lima) asosiasi bisnis dan profesi, yaitu Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Eksekutif Keuangan Indonesia / the Indonesian Financial Executives Association (IFEA), Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM), Perkumpulan Indonesia Belanda / the Indonesian Netherlands Association ( INA), dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan mensosialisasikan prinsip dan aturan mengenai Corporate Governance kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best practices sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang sesuai dengan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). IICG merupakan organisasi independen yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000 bertujuan untuk memasyarakatkan konsep, praktek, dan manfaat Corporate Governance kepada dunia usaha khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Kehadiran IICG dimaksudkan sebagai wadah pusat pengkajian dan pengembangan masalah Tata Kelola Korporasi di Indonesia. Adanya kerjasama yang erat antara DSN, lembaga keuangan Islam serta Lembaga yang concern terhadap Implementasi GCG tersebut, diharapkan agar keberadaan lembaga keuangan Islam di Indonesia dapat memberikan manfaat kepada masyarakat (publik), sehingga Islam sebagai rahmatan lil alamin dapat segera terwujud.
Corporate governance yang dalam bahasa indonesia memiliki arti ” tata kelola perusahaan” ini memiliki makna sebagai sebuah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola ini menyangkut hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder), manajemen, dewan direksi dan pihak terkait lainnya. Pada tanggal 30 April 2010 ini Bank Indonesia melalui Surat Edarannya memberikan penegasan terhadap PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Melalui PBI ini diatur kegiatan-kegiatan yang menyangkut dengan check and balance yang harus dilakukan bank dan juga menghindari conflict of interest dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan kulaitas pelaksanaan GCG Bank diwajibkan untuk melakukan self assessment secara komprehensif agar kekurangan bisa segera di deteksi. Dan pada akhirnya Bank akan menyerahkan Laporan penerapan GCG ini kepada stakeholder sebagai sebuah bentuk transparansi yang dilakukan oleh manajemen.
Pelaksanaan Good Corporate Government pada industri perbankan Syariah harus berlandaskan kepada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organisasi bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, profesional (proffesional) yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif, dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam dunia bisnis dan beberapa paradigma pemikiran pelaku bisnis, ada beberapa kesimpulan mengenai prinsip-prinsip mendasar yang harus dipegang teguh pada penerapan GCG, yaitu ; Keadilan (fairness), Transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), Tanggung jawab (responsbility), moralitas (morality), komitmen (commitment) dan kemandirian. Prinsip-prinsip inilah yang pada akhirnya diintisarikan menjadi sebuah himbauan yang tersirat dalam PBI No. 11 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar